Penulis : Dr. H. Bulkani, M.Pd*
Ada hal
menarik dari kabinet yang telah dibentuk pak Jokowi, presiden kita yang
fenomenal. Disebut menarik karena ternyata susunan kabinet itu tidak mampu
memuaskan semua orang, dan itu wajar. Selain itu, nama-nama yang masuk juga
banyak yang unpredictable, dan saya kira itu
juga salah satu ciri khas pak Jokowi. Yang juga banyak mendapat sorotan adalah
masuknya Susi Pudjiastuti sebagai menteri Kelautan dan Perikanan, karena banyak
pihak yang meragukan kemampuannya.
Seolah
menjawab tantangan dan ingin membuktikan kemampuannya, ibu Susi langsung
membuat gebrakan, antara lain dengan menangkap kapal-kapal asing yang selama
ini melakukan illegal fishing di perairan
Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, kapal-kapal asing tersebut ditembak,
terbakar, kemudian ditenggelamkan. Kata ibu Susi, hal ini merupakan bukti bahwa
pemerintah saat ini berkomitmen untuk memberantas illegal
fishing yang dilakukan kapal-kapal asing di perairan Indonesia, sehingga
Indonesia dirugikan ratusan trilyun rupiah setiap tahunnya.
Meskipun
ternyata upaya menenggelamkan kapal asing pencuri ikan itu bukanlah hal baru,
karena TNI AL sudah pernah menenggelamkan 4 kapal asing pada tahun 2003, dan
menteri di jaman presiden SBY juga mengaku pernah melakukan hal yang sama, akan
tetapi kelebihan ibu Susi adalah kemampuannya mengelola isu itu sehingga
terpublikasi dengan baik, yang akhirnya mampu mendongkrat citra beliau.
Pembakaran
kapal asing memang masih menuai kontroversi. Banyak pihak mengkhawatirkan bahwa
pembakaran dan penenggelaman kapal asing itu bisa merusak hubungan Indonesia
dengan negara lain. Sebagian pihak lagi menyayangkan penenggelaman itu, karena
mungkin kapalnya masih bisa digunakan jika seandainya dihibahkan kepada nelayan
kita.
Meskipun
demikian, penenggelaman kapal asing ternyata juga tidak mampu
menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh nelayan kita. Sebagian besar nelayan
kita adalah nelayan tradisional, yang kehidupannya sangat tergantung pada
cuaca. Mereka juga menggunakan kapal-kapal kecil dengan peralatan tangkap
seadanya. Bahkan sebagian lagi hanya merupakan buruh nelayan, yang menangkap
ikan di perairan laut menggunakan kapal milik pemodal besar. Artinya,
pemberantasan illegal fishing, apapun bentuknya,
termasuk dengan cara menenggelamkan kapal-kapal asing pencuri ikan, akan
memiliki efek kecil bagi nelayan kita.
Apakah
kemudian dengan memberantas illegal fishing, maka pendapatan nelayan
kita meningkat ? Saya kira tidak. Apakah ada jaminan bahwa ikan-ikan yang selama
ini ditangkap oleh kapal asing, yang katanya telah menyebabkan kerugian negara
ratusan trilyun rupiah per tahun itu, kemudian berhasil ditangkap oleh nelayan
kita, atau paling tidak meningkatkan peluang nelayan kita untuk menangkap lebih
banyak ikan ? Saya kira juga tidak, karena tidak ada jaminan juga bahwa ikannya
masih berada di perairan Indonesia, jangan-jangan ikannya sudah pindah atau
lari ke perairan internasional ……
Masalah
yang dihadapi nelayan kita adalah ketidakmampuan bersaing dengan kapal asing
dan pemodal besar nasional. Hal ini terjadi karena lemahnya SDM yang mereka
miliki, kurangnya modal, peralatan, dan teknologi.
Saat
kapal asing sudah menggunakan teknologi berbasis sonar untuk menemukan lokasi
gerombolan ikan, dengan menggunakan kapal-kapal besar dan peralatan tangkap
memadai, sementara nelayan kita masih mengandalkan pengalaman, perasaan,
dan bermodal doa dari keluarga yang ditinggalkan di rumah.
Seharusnya,
atau sebaiknya, penyelesaian masalah yang dihadapi nelayan kita, difokuskan
pada peningkatan daya saing itu, dengan penambahan sarana, peningkatan
penguasaan teknologi.
Selama
ini, dan mungkin masih untuk waktu mendatang, bangsa kita menjadi terbiasa pada
penyelesaian masalah secara parsial, bukan penyelesaian yang komprehensif. Bahkan
cenderung terjebak pada kebijakan simbolistik, sehingga masalah yang
dihadapi hanya terselesaikan dalam tataran permukaan saja. Mestinya yang
diselesaikan adalah akar masalahnya, bukan gejalanya.
(Penulis
adalah Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Palangka Raya).